Yusuf Qardhawi – Menghafaz Al-Quran (03 Etika Para Huffaz)
By mufiasNovember 11, 2012No Comments
Para penghafaz Al Quran mempunyai etika-etika yang harus diperhatikannya. Dan mereka mempunyai tugas yang harus dijalankan, sehingga mereka benar-benar menjadi “keluarga Al Quran”, seperti sabda Rasulullah SAW tentang mereka:
“Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia. Beliau ditanya: siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Ahli Al Quran, mereka adalah keluarga Allah Saw dan orang-orang dekat-Nya” 1.
Selalu Bersama Al Quran.
Di antara etika itu adalah: selalu bersama Al Quran, sehingga Al Quran tidak hilang dari ingatannya. Yaitu dengan terus membacanya dari hafazannya, atau dengan membaca mushaf, atau juga dengan mendengarkan pembaca yang bagus, dari radio atau kaset rekaman para qari yang terkenal. Berkat ni`mat Allah SWT, di beberapa negara Islam terdapat siaran Al Quran al Karim, yang memberikan perhatian pada pembacaan Al Quran, tajwidnya serta tafsirnya.
Dari Ibnu Umar r.a.: bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Perumpamaan orang yang hafaz Al Quran adalah seperti pemilik unta yang terikat, jika ia terus menjaganya maka ia dapat terus memegangnya, dan jika ia lepaskan maka ia akan segera hilang.” Hadits diriwayaktan oleh Bukhari dan Muslim. Dan Muslim menambah dalam riwayatnya:
“Jika ia menjaganya, dan membacanya pada malam dan siang hari, maka ia dapat terus mengingatnya, sedangkan jika tidak, maka ia akan melupakannya” 2.
Makna “al mu`aqqalah” adalah: terikat dengan tambang, yaitu tambang yang dipegang kerana takut terlepas. Dan pluralnya adalah `uqul.
Dari Abdullah bin Mas`ud r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Amat buruk orang yang berkata: “Aku telah melupakan hafazan ayat ini dan ayat itu, namun sebenarnya ia dilupakan. Terus ulang-ulanglah hafazan Al Quran, kerana ia lebih cepat pergi dari dada manusia, dari perginya unta dari ikatannya” 3.
Makna kata “nussia“ adalah: Allah SWT yang membuatnya lupa, sebagai hukuman terhadap kesalahan yang ia lakukan.
Dari Abi Musa al Asy`ari r.a. dari Nabi Saw bersabda:
“ Teruslah jaga hafazan Al Quran, kerana Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, ia lebih cepat lepas dari lepasnya unta dari ikatannya.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dan riwayat Bukhari dengan kata “asyaddu tafashshian” 4.
Penghafaz Al Quran harus menjadikan Al Quran sebagai temannya dalam kesendiriannya, serta penghiburnya dalam kegelisahannya, sehingga ia tidak berkurang dari hafazannya. Qasim bin Abdurrahman berkata: Aku bertanya kepada sebagian kaum sufi: tidak ada seorangpun yang menjadi teman kesepianmu di sini? Ia mengulurkan tangannya ke mushaf, dan meletakkannya di atas batu dan berkata: inilah temah kesepianku!
As Suyuthi berbicara tentang hukum melupakan Al Quran, ia berkata: melupakan hafazan Al Quran adalah dosa besar, seperti dikatakan oleh An Nawawi dalam kitab “Ar Raudhah” dan ulama lainnya. Dengan dalil hadits Abi Daud:
“Dosa-dosa umatku diperlihatkan kepadaku, dan aku tidak dapati dosa yang lebih besar dari dosa seseorang yang diberi ni`mat hafaz Al Quran atau suatu ayat, kemudian ia melupakannya” 5. Dan ia meriwayatkan pula hadits:
“Siapa yang membaca (hafaz) Al Quran namun kemudian melupakannya, maka ia akan bertemu Allah SWT pada hari kiamat dalam keadaan terserang penyakit sopak” 6. Demikian pula hadits Ibnu Mas`ud dan Abi Musa sebelumnya.
Sedangkan hadits Abi Daud yang pertama, diriwayatkan oleh Tirmizi, dan ia berkata: hadits itu gharib (atau dha`if). Dan ketika Imam Bukhari ditunjukkan hadits itu, ia tidak mengetahuinya dan melihatnya hadits yang gharib 7. Sedangkan hadits kedua dikomentari oleh Al Munziri: dalam sanadnya adalah Yazid bin Abi Ziyad, ia tidak dapat dijadikan hujjah, dan ia juga munqathi` 8.
Jika hadits-hadits yang dijadikan landasan orang yang mengatakan bahwa melupakan Al Quran adalah dosa besar, telah jelas kelemahannya, maka yang tersisa adalah celaan terhadap tindakan melupakan Al Quran itu. Kerana sang penghafaz itu jarang mengulangnya, namun tidak sampai kepada keharaman, apalagi menjadi dosa besar.
Namun yang paling kuat adalah, ia merupakan perkara yang makruh dengan sangat. Dan tidak pantas bagi seorang Muslim yang memiliki perbendaharaan hafazan Al Quran yang amat berharga ini menyia-nyiakannya, hingga hilang darinya.
Yang membuat kami mengatakan hal ini adalah: kami takut (ancaman dosa besar) ini membuat orang enggan menghafaz Al Quran, kerana ia mempunyai kemungkinan melupakan hafazannya itu, dan akibatnya ia mendapatkan dosa besar, sementara jika ia tidak menghafaznya sama sekali, ia tidak terancam mendapatkan dosa sedikitpun.
Berakhlaq dengan Akhlaq Al Quran.
Orang yang menghafaz Al Quran hendaklah berakhlak dengan akhlak Al Quran. Seperti Nabi Muhammad Saw. Aisyah r.a. pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, ia menjawab:
“Akhlak Nabi Saw adalah Al Quran” 9.
Penghafaz Al Quran harus menjadi kaca yang padanya orang dapat melihat aqidah Al Quran, nilai-nilainya, etika-etikanya, dan akhlaknya, dan agar ia membaca Al Quran dan ayat-ayat itu sesuai dengan perilakunya, bukannya ia membaca Al Quran namun ayat-ayat Al Quran melaknatnya.
Dari Abdullah bin Amru bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang membaca (menghafaz) Al Quran, berarti ia telah memasukkan kenabian dalam dirinya, hanya saja Al Quran tidak diwahyukan langsung kepadanya. Tidak sepantasnya seorang penghafaz Al Quran ikut maraj bersama orang yang marah, dan ikut bodoh bersama orang yang bodoh, sementara dalam dirinya ada hafazan Al Quran” 10.
Makna kata “yajidu” adalah dari al wajd atau al wijdan, yang berarti: amat marah atau amat sedih. Dengan pengertian ia dikuasai oleh perasaannya, dan hal itu mempengaruhi perilakunya.
Ibnu Mas`ud r.a. berkata: penghafaz Al Quran harus dikenal dengan malamnya saat manusia tidur, dan dengan siangnya saat manusia sedang tertawa, dengan diamnya saat manusia berbicara, dan dengan khusyu`nya saat manusia gelisah. Penghafaz Al Quran harus tenang dan lembut, tidak keras, tidak sombong, tidak bersuara kasar atau berisik dan tidak cepat marah.
Ibnu Mas`ud r.a. seakan sedang berbicara kepada dirinya sendir, kerana ia adalah salah seorang imam penghafaz Al Quran, dan ia menjadi orang yang betul-betul sesuai dengan prediket penghafaz Al Quran.
Ibnu Mas`ud juga mengecam orang-orang yang: Al Quran diturunkan kepada mereka agar mereka mengamalkan isinya, namun ia hanya menjadikan kegiatan mempelajari Al Quran itu sebagai amalnya! Salah seorang dari mereka dapat membaca Al Quran dari awal hingga akhirnya tanpa salah satu huruf-pun, namun ia tidak mengamalkan apa yang terdapat dalam Al Quran itu!
Seorang zahid yang terkenal; Fudhail bin `Iyadh, berkata: pembawa (penghafaz) Al Quran adalah pembawa bendera Islam, maka ia tidak boleh bermain-main bersama orang-orang yang senang bermain, tidak lupa diri bersama orang yang lupa diri dan tidak bercanda bersama orang yang bercanda, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak Al Quran.
Ia berkata: seorang penghafaz Al Quran harus tidak butuh kepada orang lain, tidak kepada para khalifah, dan tidak pula kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Sebaliknya, ia harus menjadi tumpuan kebutuhan orang.
Sebagian salaf berkata: “ada seorang hamba yang saat memulai membaca satu surah Al Quran, maka malaikat akan terus berdoa baginya hingga ia selesai membacanya. Dan ada orang yang membaca satu surah Al Quran, namun malaikat terus melaknatnya hingga ia selesai membacanya”. Seseorang bertanya kepadanya: “mengapa bisa terjadi seperti itu?”. ia menjawab: “Jika ia menghalalkan apa yang dihalalkan Al Quran dan mengharamkan apa yang diharamkan Al Quran maka malaikat akan berdoa baginya, namun jika sebaliknya maka malaikat akan melaknatnya!”.
Sebagian ulama berkata: ada seseorang yang membaca Al Quran dan ia sedang melaknat dirinya sendiri, dengan tanpa sadar. Ia membaca: “ala la`natullah `ala azh zhaalimiin” (sesungguhnya laknat Allah diberikan kepada orang-orang zalim), sementara ia adalah orang yang zalim! dan membaca “ ala la`natullah ala al mukdzibiin” (sesunguhnya laknat Allah ditimpakan kepada para pendusta), sementara ia termasuk golongan yang mendustakan itu!
Inilah makna perkata Anas bin Malik r.a.: Ada orang yang membaca Al Quran, dan Al Quran itu melaknatnya!
Al Hasan berkata: Kalian menjadikan membaca Al Quran sebagai stasion-stasion, dan menjadikan malam sebagai unta (kendaraan), yang kalian kendarai, dan dengannya kalian melewati stasion-stasion itu. sementara orang-orang sebelum kalian jika melihat risalah-risalah dari Rabb mereka, maka mereka segera mentadabburinya pada malam hari, dan melaksanakan isinya pada siang hari!
Maisarah berkata: Yang aneh adalah Al Quran yang terdapat dalam diri orang yang senang melakukan perbuatan dosa!
Keanehan itu terjadi kerana Al Quran berada di satu lembah, sementara akhlak penghafaz Al Quran itu dan perilakunya berada di lembah lain!
Abu Sulaiman Ad Daarani berkata: Neraka Zabbaniah lebih cepat dimasuki oleh penghafaz Al Quran –yang melakukan maksiat kepada Allah SWT—dibandingkan penyembah berhala, saat mereka melakukan maksiat kepada Allah SWT setelah membaca Al Quran!
Sebagian ulama berkata: Jika serang anak Adam membaca Al Quran kemudian ia berlaku buruk, setelah itu ia kembali membaca Al Quran, Dia berkata kepada orang itu: “Apa hakmu membaca firman-Ku, sementara engkau berpaling dari-Ku?!”.
Ibnu Rimah berkata: Aku menyesal telah menghafaz Al Quran, kerana aku mendengar bahwa orang-orang yang menghafaz Al Quran akan ditanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan sama yang diajukan kepada para Nabi pada hari kiamat! 11.
Tidak aneh jika para penghafaz Al Quran dari kalangan sahabat adalah mereka yang berada di barisan pertama saat shalat di Masjid, yang berada di garis terdepan saat jihad, dan orang yang pertama melakukan kebaikan di tengah masyarakat.
Dalam sebagian peperangan perluasan wilayah Islam, ada orang yang berteriak:
Wahai para penghafaz surah Al Baqarah, hari ini sihir tidak telah lenyap! Seperti terjadi pada perang Yamamah yang terkenal dan dalam perang melawan kelompok murtad.
Huzaifah berkata pada hari yang menegangkan itu: wahai para penghafaz Al Quran, hiasilah Al Quran dengan amal perbuatan kalian.
Pada hari Yamamah (peperangan melawan gerakan riddah) Salim maula Abi Huzaifah, saat ia membawa bendera pasukan Islam, ditanya oleh kaum Muhajirin: “Apakah engkau tidak takut jika kami berjalan di belakangmu?” Ia menjawab: “Sepaling buruk penghafaz adalah aku, jika aku sampai berjalan di belakang kalian dalam perang ini!” 12.
Dalam peperangan Yamamah, saat memerangi Musailimah al Kazzab, sejumlah besar penghafaz Al Quran mendapatkan mati syahid, kerana mereka selalu berada di barisan terdepan. Hingga ada yang mengatakan: mereka berjumlah tujuh ratus orang. Inilah yang mendorong dilakukannya pembukuan Al Quran, kerana ditakutkan para penghafaz Al Quran habis dalam medan jihad.
Cara menghafaz mereka membantu mereka untuk melaksanakan isi Al Quran itu. Perhatian mereka tidak hanya untuk menghafaz kalimat-kalimat dalam Al Quran itu saja. Namun yang mereka perhatikan adalah memahami makna dan mengikutinya, baik dalam bagian perintah maupun larangan.
Imam Abu Amru Ad Dani menulis dalam kitabnya “Al Bayan” dengan sanadnya dari Utsman dan Ibnu Mas`ud serta Ubay r.a.: Rasulullah SAW membacakan kepada mereka sepuluh ayat, dan mereka tidak meninggalkan ayat itu untuk menghafaz sepuluh ayat selanjutnya, hingga mereka telah belajar untuk menjalankan apa yang yang terdapat dalam sepuluh ayat itu. Mereka berkata: kami mempelajari Al Quran dan beramal dengannya sekaligus.
Abdurrazzaq meriwayatkan dalam Mushannafnya dari Abdurrahman As Sulami, ia berkata: Kami, jika mempelajari sepuluh ayat Al Quran, tidak akan mempelajari sepuluh ayat selanjutnya, hingga kami mengetahui halal dan haramnya, serta perintah dan larangannya (terlebih dahulu) 13.
Dalam kitab Muwath-tha Malik ia mengatakan: disampaikan kepadanya bahwa Abdullah bin Umar mempelajari surah Al Baqarah selama delapan tahun.
Hal itu terjadi kerana ia mempelajarinya untuk kemudian mengamalkan kandungannya, ia memerintahkan dengan perintahnya, dan melarang dari larangan- larangannya, dan berhenti pada batas-batas yang diberikan oleh Allah SWT .
Oleh kerana itu Ibnu Mas`ud berkata: Kami merasa kesulitan menghafaz Al Quran, namun kami mudah menjalankan isinya. Sedangkan orang setelah kami merasakan mudah menghafaz kalimat-kalimat Al Quran, namun mereka kesulitan untuk menjalankan isinya.
Dari Ibnu Umar ia berkata: Orang yang mulia dari sahabat Rasulullah SAW dari generasi pertama umat ini, hanya menghafaz satu surah dan sejenisnya, namun mereka diberikan rezki untuk beramal sesuai dengan Al Quran. Sementara generasi akhir dari umat ini, mereka membaca Al Quran, dari anak kecil hingga orang buta, namun mereka tidak diberikan rezki untuk mengamalkan isinya!
Mu`adz bin Jabal berkata: “Pelajarilah apa yang kalian hendaki untuk diketahui, namun Allah SWT tidak akan memberikan pahala kepada kalian hingga kalian beramal!” 14
Ikhlas dalam Mempelajari Al Quran.
Para pengkaji dan penghafaz Al Quran harus mengikhlaskan niatnya, dan mencari keridhaan Allah SWT semata, dan semata untuk Allah SWT ia mempelajari dan mengajarkan Al Quran itu, tidak untuk bersikap ria (pamer) di hadapan manusia, juga tidak untuk mencari dunia. Imam Al Qurthubi menulis dalam pembukaan tafsirnya “ Bab Tahzir Ahli Al Quran wa al Ilmi min Ar Riya wa Ghairihi” ia berkata:
Allah SWT berfirman:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (An Nisaa: 36). Dan Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al Kahfi: 110)
Muslim meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang pertama kali disidangkan pada hari Kiamat ada seorang yang dinilai mati syahid. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? Ia menjawab: Aku berperang membela-Mu hingga aku mati syahid. Allah SWT mengomentari: “engkau berdusta, kerana engkau berperang hanya untuk dikatakan sebagai si pemberani, dan itu sudah dikatakan orang”. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka. Kemudian seseorang yang telah mempelajari Al Quran, mengajarkannya dan membaca Al Quran. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? ia menjawab: Aku mempelajari Al Quran, dan mengajarkannya kepada manusia, dan aku membaca Al Quran demi-Mu. Allah SWT mengomentari jawapannya itu: “Engkau berdusta, kerana engkau mempelajari Al Quran agar dikatakan orang sebagai orang alim, dan engkau membaca Al Quran agar manusia mengatakan: dia seorang qari. Dan itu sudah dikatakan orang. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka. Selanjutnya seseorang yang Allah SWT berikan keluasan harta, dan kepadanya diberikan seluruh macam kekayaan. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibentangkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? Ia menjawab: Setiap aku mendapati jalan dan usaha kebaikan yang Engkau senangi agar aku nafkahkan hartaku untuknya, aku segera menginfakkan hartaku demi-Mu. Allah SWT mengomentari jawapannya itu: “Engkau berdusta, kerana engkau melakukan itu semua agar dikatakan sebagai seorang dermawan, dan itu telah dikatakan orang. Maka hukumannya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka” 15. At Tirmizi meriwayatkan hadits ini: kemudian Rasulullah SAW menepuk lututku dan bersabda: “Wahai Abu Hurairah, tiga orang itu adalah makhluk Allah SWT yang pertama yang dibakar oleh api neraka pda hari kiamat.” Ibnu Abdil Barr berkata: hadits iadalah bagi orang yang berniat dengan ilmu dan amalnya bukan kerana Allah SWT.
Diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw bahwa beliau bersabda:
“Siapa yang mencari ilmu bukan kerana Allah –atau ia bertujuan bukan untuk Allah—maka bersiap-siaplah ia menempati tempatnya di neraka” 16.
Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya semata untuk Allah, namun ia mencarinya untuk mendapatkan dunia, maka ia tidak dapat mencium bau surga pada hari Kiamat” 17. Artinya: baunya. Tirmizi berkata: hadits ini hasan.
Tirmizi meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Berlindunglah kalian kepada Allah SWT dari Jubb al Huzn”. Mereka bertnya: Apa itu Jubb al Huzn wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Ia adalah sebuah lembah di dalam neraka, yang neraka sendiri memoh perlindungan kepada Allah SWT darinya seratus kali setiap hari”. Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah Saw, siapa yang memasuki lembah itu? beliau menjawab: “Para pembaca (penghafaz Al Quran) yang memamerkan amal-amal mereka” 18. Ia berkata: hadits ini gharib.
Para penghafaz Al Quran dan penuntut ilmu harus bertakwa kepada Allah SWT dalam dirinya, dan mengikhlaskan amalnya kepada-Nya. Sedangkan perbuatan dan niat buruk yang pernah terjadi sebelumnya, maka hendaknya ia segera bertaubat dan kembali kepada Allah SWT, untuk kemudian memulai dengan keikhlasan dalam menuntut ilmu dan beramal.
`Alqamah meriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud ia berkata: apa yang akan kalian lakukan jika kalian mendapatkan fitnah yang membuat anak kecil menjadi segera menjadi dewasa dan membuat orang tua menjadi tua renta, dan itu dijadikan “sunnah” (tradisi) yang diikuti oleh manusia, jika hal itu ia merubah sedikit saja hal itu, maka ada yang segera mengatakan: Apakah engkau mau merubah sunnah?! Seseorang bertanya: kapan itu terjadi wahai Aba Abdirrahman? Ia menjawab: hal itu terjadi jika para qurra (pembaca dan penghafaz Al Quran) kalian banyak, namun sedikit ulama sejati kalian, para pemimpin kalian banyak, namun sedikit mereka yang jujur dan amanah, engkau mencari dunia dengan amal akhirat, dan mempelajari agama bukan untuk tujuan agama 19.
Sufyan bin `Uyaynah berkata: Kami mendapat berita bahwa Ibnu Abbas berkata: Kalau para penghafaz Al Quran mengambilnya dengan haknya dan apa yang seharusnya, niscaya mereka akan dicintai oleh Allah SWT. Namun mereka mencari dunia dengan Al Quran itu, sehingga Allah SWT marah terhadap mereka, dan merekapun menjadi hina di hadapan manusia.
Diriwayatkan dari Abu Ja`far bin Ali dalam firman Allah SWT:
“Maka mereka (sembahan-sembahan itu) dijungkirkan ke dalam neraka bersama-sama orang-orang yang sesat.” ( Asy Syu`araa: 94), ia berkata: mereka adalah kaum yang menceritakan kebenaran dan keadilan dengan lidah mereka, namun mereka justru melakukan yang sebaliknya!.
Sumber – Menghafaz Al-Quran, Dr Yusuf Al-Qardhawi
0 comments:
Post a Comment