.:: Debestthinker ::.

.:: Debestthinker ::.
ASSALAMUALAIKUM...AHLAN WA SAHLAN...PASTIKAN SETIAP LANGKAH YANG DIAMBIL ADALAH UNTUK KEBAIKKAN

ETIKA PARA HUFFAZ

|

Yusuf Qardhawi – Menghafaz Al-Quran (03 Etika Para Huffaz)
By mufiasNovember 11, 2012No Comments
Para penghafaz  Al  Quran  mempunyai etika-etika yang harus  diperhatikannya. Dan  mereka  mempunyai  tugas  yang harus dijalankan,  sehingga  mereka  benar-benar menjadi “keluarga Al Quran”, seperti sabda Rasulullah SAW tentang mereka:

“Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia. Beliau ditanya: siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Ahli Al Quran, mereka adalah keluarga Allah Saw dan orang-orang dekat-Nya”  1.

Selalu Bersama Al Quran.

Di antara etika itu adalah: selalu bersama Al Quran, sehingga Al Quran tidak hilang dari  ingatannya. Yaitu dengan terus membacanya dari hafazannya, atau dengan membaca mushaf,  atau juga dengan mendengarkan pembaca yang bagus, dari radio atau kaset rekaman para qari yang terkenal. Berkat ni`mat Allah SWT, di beberapa negara Islam terdapat siaran Al Quran al Karim, yang memberikan perhatian pada pembacaan Al Quran, tajwidnya serta tafsirnya.

Dari Ibnu Umar r.a.: bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:

“Perumpamaan orang yang hafaz Al Quran adalah seperti pemilik unta yang terikat, jika ia terus menjaganya maka ia dapat terus memegangnya, dan jika ia lepaskan maka ia akan segera hilang.” Hadits diriwayaktan oleh Bukhari dan Muslim. Dan Muslim menambah dalam riwayatnya:

“Jika ia menjaganya, dan membacanya pada malam dan siang hari, maka ia dapat terus mengingatnya, sedangkan jika tidak, maka ia akan melupakannya” 2.

Makna  “al  mu`aqqalah”  adalah:  terikat  dengan  tambang,  yaitu  tambang  yang dipegang kerana takut terlepas. Dan pluralnya adalah `uqul.

Dari Abdullah bin Mas`ud r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

“Amat buruk orang yang berkata: “Aku telah melupakan hafazan ayat ini dan ayat itu, namun sebenarnya ia dilupakan. Terus ulang-ulanglah hafazan Al Quran, kerana ia lebih cepat pergi dari dada manusia, dari perginya unta dari ikatannya” 3.

Makna  kata  “nussia“  adalah:  Allah  SWT  yang  membuatnya  lupa,  sebagai hukuman terhadap kesalahan yang ia lakukan.

Dari Abi Musa al Asy`ari r.a. dari Nabi Saw bersabda:

“ Teruslah jaga hafazan Al Quran, kerana Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, ia lebih cepat lepas dari lepasnya unta dari ikatannya.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dan riwayat Bukhari dengan kata “asyaddu tafashshian”  4.

Penghafaz  Al  Quran  harus  menjadikan  Al  Quran  sebagai  temannya  dalam kesendiriannya, serta penghiburnya dalam kegelisahannya, sehingga ia tidak berkurang dari hafazannya. Qasim bin Abdurrahman berkata: Aku bertanya kepada sebagian kaum sufi: tidak ada  seorangpun  yang menjadi teman kesepianmu di sini? Ia mengulurkan tangannya  ke  mushaf,  dan   meletakkannya  di  atas  batu  dan  berkata:  inilah  temah kesepianku!

As Suyuthi berbicara tentang hukum melupakan Al Quran, ia berkata: melupakan hafazan Al Quran adalah dosa besar, seperti dikatakan oleh An Nawawi dalam kitab “Ar Raudhah” dan ulama lainnya. Dengan dalil hadits Abi Daud:

“Dosa-dosa umatku diperlihatkan kepadaku, dan aku tidak dapati dosa yang lebih besar dari dosa  seseorang yang diberi ni`mat hafaz Al Quran atau suatu ayat, kemudian ia melupakannya” 5. Dan ia meriwayatkan pula hadits:

“Siapa yang membaca (hafaz) Al Quran namun kemudian melupakannya, maka ia akan bertemu  Allah  SWT  pada  hari  kiamat  dalam  keadaan  terserang  penyakit  sopak”  6. Demikian pula hadits Ibnu Mas`ud dan Abi Musa  sebelumnya.

Sedangkan hadits Abi  Daud yang pertama,  diriwayatkan oleh Tirmizi, dan ia berkata: hadits itu gharib (atau dha`if). Dan ketika Imam Bukhari ditunjukkan hadits itu, ia tidak mengetahuinya dan melihatnya hadits yang gharib 7. Sedangkan hadits kedua dikomentari oleh Al Munziri: dalam sanadnya adalah Yazid bin Abi Ziyad, ia tidak dapat dijadikan hujjah, dan ia juga munqathi` 8.

Jika  hadits-hadits  yang  dijadikan  landasan  orang  yang  mengatakan  bahwa melupakan  Al Quran adalah dosa besar, telah jelas kelemahannya, maka yang tersisa adalah celaan terhadap  tindakan melupakan Al Quran itu. Kerana sang penghafaz itu jarang  mengulangnya,  namun  tidak  sampai  kepada  keharaman,  apalagi  menjadi  dosa besar.

Namun  yang  paling  kuat  adalah,  ia  merupakan  perkara  yang  makruh  dengan sangat. Dan tidak pantas bagi seorang Muslim yang memiliki perbendaharaan hafazan Al Quran yang amat berharga ini menyia-nyiakannya, hingga hilang darinya.

Yang membuat kami mengatakan hal ini adalah: kami takut (ancaman dosa besar) ini membuat orang enggan menghafaz Al Quran, kerana ia mempunyai kemungkinan melupakan hafazannya itu, dan akibatnya ia mendapatkan dosa besar, sementara jika ia tidak menghafaznya sama sekali, ia tidak terancam mendapatkan dosa sedikitpun.

Berakhlaq dengan Akhlaq Al Quran.

Orang yang menghafaz Al Quran hendaklah berakhlak dengan akhlak Al Quran. Seperti  Nabi  Muhammad Saw.  Aisyah  r.a. pernah  ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, ia menjawab:

“Akhlak Nabi Saw adalah Al Quran”  9.

Penghafaz  Al  Quran  harus  menjadi  kaca  yang  padanya  orang  dapat  melihat aqidah Al Quran, nilai-nilainya, etika-etikanya, dan akhlaknya, dan agar ia membaca Al Quran dan ayat-ayat  itu  sesuai dengan perilakunya, bukannya ia membaca Al Quran namun ayat-ayat Al Quran melaknatnya.

Dari Abdullah bin Amru bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa yang membaca (menghafaz) Al Quran, berarti ia telah memasukkan kenabian dalam  dirinya,  hanya  saja  Al  Quran  tidak  diwahyukan  langsung  kepadanya.  Tidak sepantasnya seorang penghafaz Al Quran  ikut maraj bersama orang yang marah, dan ikut bodoh bersama orang yang bodoh, sementara dalam dirinya ada hafazan Al Quran”  10.

Makna kata “yajidu” adalah dari al wajd atau al wijdan, yang berarti: amat marah atau  amat   sedih.  Dengan   pengertian   ia  dikuasai  oleh  perasaannya,   dan  hal  itu mempengaruhi perilakunya.

Ibnu Mas`ud r.a. berkata: penghafaz Al Quran harus dikenal dengan  malamnya saat manusia tidur, dan dengan siangnya saat manusia sedang tertawa, dengan diamnya saat  manusia  berbicara,  dan  dengan  khusyu`nya  saat  manusia  gelisah.  Penghafaz  Al Quran harus tenang dan lembut, tidak keras, tidak sombong, tidak bersuara kasar atau berisik dan tidak cepat marah.

Ibnu Mas`ud r.a. seakan sedang berbicara kepada dirinya sendir, kerana ia adalah salah seorang imam penghafaz Al Quran, dan ia menjadi orang yang betul-betul sesuai dengan prediket penghafaz Al Quran.

Ibnu Mas`ud  juga mengecam orang-orang  yang:  Al Quran diturunkan kepada mereka   agar   mereka  mengamalkan  isinya,  namun  ia  hanya  menjadikan  kegiatan mempelajari Al Quran itu sebagai amalnya!  Salah seorang dari mereka dapat membaca Al  Quran  dari  awal  hingga  akhirnya  tanpa  salah  satu  huruf-pun,  namun  ia  tidak mengamalkan apa yang terdapat dalam Al Quran itu!

Seorang zahid yang terkenal; Fudhail bin `Iyadh, berkata: pembawa (penghafaz) Al Quran  adalah pembawa bendera Islam, maka ia tidak boleh bermain-main bersama orang-orang yang senang bermain, tidak lupa diri bersama orang yang lupa diri dan tidak bercanda bersama orang yang bercanda,   sebagai bentuk penghormatan terhadap hak Al Quran.

Ia berkata: seorang penghafaz Al Quran harus tidak butuh kepada orang lain, tidak   kepada   para   khalifah,   dan   tidak   pula   kepada   orang   yang   lebih   rendah kedudukannya. Sebaliknya, ia harus menjadi tumpuan kebutuhan orang.

Sebagian salaf berkata: “ada seorang hamba yang saat memulai membaca satu surah Al Quran, maka malaikat akan terus berdoa baginya hingga ia selesai membacanya. Dan ada orang yang membaca satu surah Al Quran, namun malaikat terus melaknatnya hingga ia selesai membacanya”.  Seseorang bertanya kepadanya: “mengapa bisa terjadi seperti itu?”. ia menjawab: “Jika ia  menghalalkan apa yang dihalalkan Al Quran dan mengharamkan apa yang diharamkan Al Quran  maka malaikat akan berdoa baginya, namun jika sebaliknya maka malaikat akan melaknatnya!”.

Sebagian ulama berkata: ada seseorang yang membaca Al Quran dan ia sedang melaknat  dirinya  sendiri,  dengan  tanpa  sadar.  Ia  membaca:  “ala  la`natullah  `ala  azh zhaalimiin” (sesungguhnya laknat Allah diberikan kepada orang-orang zalim), sementara ia  adalah  orang  yang   zalim!  dan  membaca  “  ala  la`natullah  ala  al  mukdzibiin” (sesunguhnya laknat  Allah ditimpakan  kepada para pendusta), sementara ia termasuk golongan yang mendustakan itu!

Inilah makna perkata Anas bin Malik r.a.: Ada orang yang membaca Al Quran, dan Al Quran itu melaknatnya!

Al Hasan berkata: Kalian menjadikan membaca Al Quran sebagai stasion-stasion, dan menjadikan malam sebagai unta (kendaraan), yang kalian kendarai, dan dengannya kalian melewati  stasion-stasion itu. sementara orang-orang sebelum kalian jika melihat risalah-risalah dari  Rabb  mereka, maka mereka segera mentadabburinya pada malam hari, dan melaksanakan isinya pada siang hari!

Maisarah berkata: Yang aneh adalah Al Quran yang terdapat dalam diri orang yang senang melakukan perbuatan dosa!

Keanehan itu terjadi kerana Al Quran  berada di satu lembah, sementara akhlak penghafaz Al Quran itu dan perilakunya berada di lembah lain!

Abu Sulaiman Ad Daarani berkata: Neraka Zabbaniah lebih cepat dimasuki oleh penghafaz  Al  Quran  –yang  melakukan  maksiat  kepada  Allah  SWT—dibandingkan penyembah  berhala,   saat   mereka  melakukan  maksiat  kepada  Allah  SWT  setelah membaca Al Quran!

Sebagian ulama berkata: Jika serang anak Adam membaca Al Quran kemudian ia berlaku buruk, setelah itu ia kembali membaca Al Quran, Dia berkata kepada orang itu: “Apa hakmu membaca firman-Ku, sementara engkau berpaling dari-Ku?!”.

Ibnu  Rimah  berkata:  Aku  menyesal  telah  menghafaz  Al  Quran,  kerana  aku mendengar  bahwa  orang-orang  yang  menghafaz  Al  Quran  akan  ditanyakan  dengan pertanyaan-pertanyaan sama yang diajukan kepada para Nabi pada hari kiamat! 11.

Tidak aneh jika para penghafaz Al Quran dari kalangan sahabat adalah mereka yang berada di barisan pertama saat shalat di Masjid, yang berada di garis terdepan saat jihad,  dan orang yang pertama melakukan kebaikan di tengah masyarakat.

Dalam sebagian peperangan perluasan wilayah Islam, ada orang yang berteriak:

Wahai para penghafaz surah Al Baqarah, hari ini sihir tidak telah lenyap! Seperti terjadi pada perang Yamamah  yang terkenal dan dalam perang melawan kelompok murtad.

Huzaifah  berkata  pada  hari  yang  menegangkan  itu:  wahai  para  penghafaz  Al Quran, hiasilah Al Quran dengan amal perbuatan kalian.

Pada hari  Yamamah  (peperangan  melawan  gerakan  riddah)  Salim  maula  Abi Huzaifah,  saat  ia  membawa  bendera  pasukan  Islam,  ditanya  oleh  kaum  Muhajirin: “Apakah engkau tidak takut jika kami berjalan di belakangmu?” Ia menjawab: “Sepaling buruk penghafaz adalah aku, jika  aku  sampai berjalan di belakang kalian dalam perang ini!” 12.

Dalam peperangan Yamamah, saat memerangi Musailimah al Kazzab, sejumlah besar  penghafaz Al Quran mendapatkan mati syahid, kerana mereka selalu berada di barisan terdepan.  Hingga ada yang mengatakan: mereka berjumlah tujuh ratus orang. Inilah  yang  mendorong  dilakukannya  pembukuan  Al  Quran,  kerana  ditakutkan  para penghafaz Al Quran habis dalam medan jihad.

Cara menghafaz mereka membantu mereka untuk melaksanakan isi Al Quran itu. Perhatian mereka tidak hanya untuk menghafaz kalimat-kalimat dalam Al Quran itu saja. Namun yang mereka perhatikan adalah memahami makna dan mengikutinya, baik dalam bagian perintah maupun larangan.

Imam Abu Amru Ad Dani menulis dalam kitabnya “Al Bayan” dengan sanadnya dari Utsman dan Ibnu Mas`ud serta Ubay r.a.: Rasulullah SAW   membacakan kepada mereka sepuluh ayat, dan mereka tidak meninggalkan ayat itu untuk menghafaz sepuluh ayat selanjutnya, hingga mereka telah belajar untuk menjalankan apa yang yang terdapat dalam  sepuluh  ayat  itu.  Mereka  berkata:  kami  mempelajari  Al  Quran  dan  beramal dengannya sekaligus.

Abdurrazzaq meriwayatkan dalam Mushannafnya dari Abdurrahman As Sulami, ia  berkata:  Kami,  jika  mempelajari  sepuluh  ayat  Al  Quran,  tidak  akan  mempelajari sepuluh ayat selanjutnya, hingga kami mengetahui halal dan haramnya, serta perintah dan larangannya (terlebih dahulu) 13.

Dalam kitab Muwath-tha Malik ia mengatakan: disampaikan kepadanya bahwa Abdullah bin Umar mempelajari surah Al Baqarah selama delapan tahun.

Hal  itu   terjadi   kerana   ia   mempelajarinya   untuk   kemudian   mengamalkan kandungannya,  ia  memerintahkan  dengan  perintahnya,  dan  melarang  dari  larangan- larangannya, dan berhenti pada batas-batas yang diberikan oleh Allah SWT .

Oleh  kerana  itu  Ibnu  Mas`ud  berkata:  Kami  merasa  kesulitan  menghafaz  Al Quran,   namun   kami   mudah   menjalankan   isinya.   Sedangkan   orang   setelah   kami merasakan mudah menghafaz kalimat-kalimat Al Quran, namun mereka kesulitan untuk menjalankan isinya.

Dari Ibnu Umar ia berkata: Orang yang mulia dari sahabat Rasulullah SAW dari generasi pertama umat ini, hanya menghafaz satu surah dan sejenisnya, namun mereka diberikan  rezki untuk beramal sesuai dengan Al Quran. Sementara generasi akhir dari umat ini, mereka membaca Al Quran, dari anak kecil hingga orang buta, namun mereka tidak diberikan rezki untuk mengamalkan isinya!

Mu`adz bin Jabal berkata: “Pelajarilah apa yang kalian hendaki untuk diketahui, namun  Allah  SWT  tidak  akan  memberikan  pahala  kepada  kalian  hingga  kalian beramal!” 14

Ikhlas dalam Mempelajari Al Quran.

Para pengkaji dan penghafaz Al Quran harus mengikhlaskan niatnya, dan mencari keridhaan   Allah  SWT  semata,  dan  semata  untuk  Allah  SWT  ia  mempelajari  dan mengajarkan Al Quran itu, tidak untuk bersikap ria (pamer)   di hadapan manusia, juga tidak untuk mencari dunia. Imam Al Qurthubi menulis dalam pembukaan tafsirnya “ Bab Tahzir Ahli Al Quran wa al Ilmi min Ar Riya wa Ghairihi” ia berkata:

Allah SWT berfirman:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (An Nisaa: 36). Dan Allah SWT berfirman:

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al Kahfi: 110)

Muslim  meriwayatkan  dari   Abi   Hurairah   r.a.  ia  berkata:  aku  mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Orang yang pertama kali disidangkan pada hari Kiamat ada seorang yang dinilai mati syahid. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? Ia menjawab: Aku berperang membela-Mu hingga aku mati  syahid. Allah SWT mengomentari: “engkau berdusta, kerana engkau berperang hanya untuk dikatakan sebagai si pemberani, dan itu sudah dikatakan orang”. Maka vonisnya kemudian  diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka.  Kemudian seseorang yang telah  mempelajari  Al  Quran,  mengajarkannya  dan  membaca  Al   Quran.   Orang  itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah  diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? ia menjawab: Aku mempelajari Al Quran, dan mengajarkannya kepada manusia, dan aku membaca Al Quran demi-Mu. Allah  SWT mengomentari  jawapannya    itu:     “Engkau    berdusta,    kerana    engkau mempelajari Al Quran agar dikatakan orang sebagai orang alim, dan engkau membaca Al Quran agar manusia mengatakan: dia seorang qari. Dan itu sudah dikatakan orang. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka. Selanjutnya seseorang yang Allah SWT berikan keluasan harta, dan  kepadanya  diberikan  seluruh  macam  kekayaan.  Orang  itu  dihadirkan,  kemudian kepadanya  dibentangkan ni`mat-ni`mat  Allah  yang  telah  diberikan  kepadanya,  dan  ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? Ia menjawab: Setiap  aku mendapati jalan dan usaha kebaikan  yang  Engkau  senangi  agar  aku  nafkahkan  hartaku  untuknya,  aku  segera menginfakkan hartaku demi-Mu. Allah SWT mengomentari jawapannya itu: “Engkau berdusta, kerana engkau melakukan itu semua agar dikatakan sebagai seorang dermawan, dan  itu  telah  dikatakan  orang.  Maka  hukumannya  kemudian  diputuskan,  dan  ia  diseret dengan  muka  menghadap  tanah,  hingga  ia  dilemparkan  ke  neraka” 15.  At  Tirmizi meriwayatkan hadits ini: kemudian Rasulullah SAW menepuk lututku dan bersabda: “Wahai Abu  Hurairah, tiga orang itu adalah makhluk Allah SWT yang pertama yang dibakar oleh api neraka pda hari  kiamat.” Ibnu Abdil Barr berkata: hadits iadalah bagi orang yang berniat dengan ilmu dan amalnya bukan kerana Allah SWT.

Diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw bahwa beliau bersabda:

“Siapa yang mencari ilmu bukan kerana Allah –atau ia bertujuan bukan untuk Allah—maka bersiap-siaplah ia menempati tempatnya di neraka”  16.

Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa  yang   mempelajari  ilmu  yang   seharusnya  semata  untuk  Allah,  namun  ia mencarinya untuk mendapatkan dunia, maka ia tidak dapat mencium bau surga pada hari Kiamat” 17. Artinya: baunya. Tirmizi berkata: hadits ini hasan.

Tirmizi  meriwayatkan  dari  Abi  Hurairah  r.a.  ia  berkata:  Rasulullah  SAW bersabda:

“Berlindunglah kalian kepada Allah SWT dari Jubb al Huzn”. Mereka bertnya: Apa itu Jubb al Huzn wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Ia adalah sebuah lembah di dalam neraka, yang neraka sendiri memoh perlindungan kepada Allah SWT darinya seratus kali setiap hari”. Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah Saw, siapa yang memasuki lembah itu? beliau menjawab: “Para pembaca  (penghafaz Al Quran) yang memamerkan amal-amal mereka” 18. Ia berkata: hadits ini gharib.

Para penghafaz Al Quran dan penuntut ilmu harus bertakwa kepada Allah SWT dalam dirinya, dan mengikhlaskan amalnya kepada-Nya. Sedangkan perbuatan dan niat buruk yang pernah terjadi sebelumnya, maka hendaknya ia segera bertaubat dan kembali kepada Allah SWT, untuk kemudian memulai dengan keikhlasan dalam menuntut ilmu dan beramal.

`Alqamah meriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud ia berkata: apa yang akan kalian lakukan jika kalian mendapatkan fitnah yang membuat anak kecil menjadi segera menjadi dewasa dan membuat orang tua  menjadi tua renta, dan itu dijadikan “sunnah” (tradisi)  yang diikuti oleh manusia, jika hal itu ia merubah sedikit saja hal itu, maka ada yang segera mengatakan: Apakah  engkau mau merubah sunnah?! Seseorang bertanya: kapan itu terjadi wahai Aba Abdirrahman? Ia menjawab: hal itu terjadi jika para qurra (pembaca dan penghafaz Al Quran) kalian banyak, namun  sedikit ulama sejati kalian, para pemimpin kalian banyak, namun sedikit mereka yang jujur dan  amanah, engkau mencari dunia dengan amal akhirat, dan mempelajari agama bukan untuk tujuan agama 19.

Sufyan bin `Uyaynah berkata: Kami mendapat berita bahwa Ibnu Abbas berkata: Kalau para penghafaz Al Quran mengambilnya dengan haknya dan apa yang seharusnya, niscaya mereka akan dicintai oleh Allah SWT. Namun mereka mencari dunia dengan Al Quran itu, sehingga Allah SWT marah terhadap mereka, dan merekapun menjadi hina di hadapan manusia.

Diriwayatkan dari Abu Ja`far bin Ali dalam firman Allah SWT:

“Maka mereka (sembahan-sembahan itu) dijungkirkan ke dalam neraka bersama-sama orang-orang  yang sesat.” ( Asy Syu`araa: 94), ia berkata: mereka adalah kaum yang menceritakan  kebenaran   dan  keadilan  dengan  lidah  mereka,  namun  mereka  justru melakukan yang sebaliknya!.

Sumber – Menghafaz Al-Quran, Dr Yusuf Al-Qardhawi

0 comments:

 

©2009 .:: DeBest_Thinker ::. | Template Blue by TNB